Rabu, 26 Juni 2013

Timnas Dawam FC

14 April 2013
Lapangan Sekolah Tinggi Psikioterapi
Yogyakarta

"Kerjasama adalah satu hal yang pokok untuk mencapai sebuah kemenangan."

Minggu, 23 Juni 2013

Fisika Pun Proses


Fisika Pun Proses
Mungkin orang akan beranggapan bahwa aku orang hebat karena sudah kuliah dijurusan fisika. Ini karena persepsi mereka yang sedikit keliru. Keliru tentang fisika. Mereka mengaggap bahwa fisika adalah pelajaran yang sulit dan hanya ditakdirkan bagi orang-orang yang memilki kecerdasan lebih alias pintar. Padahal itu tidak bisa sepenuhnya dibenarkan.

Sabtu, 22 Juni 2013

Absurd

Sekarang hari kamis. Tanggal 19 Juni 2013. Aku harus berangkat ke kampus buat ikut responsi mata kuliah Analisis rangkaian listrik atau disingkat ARL. Kegiatannya Cuma satu sob. Praktikum tentang listrik. Ya dari rangkaian listrik yang sederhana kayak rangkaian seri parallel sampai penggunaan CRO. Ini nih praktikum yang paling absurd. Gak tahu tuh inti dari praktikum ini itu apa.
Jeng jeng. Jadwal responsi jam 09.00. Sesuai SMS pak Budi (dosen Analisis rangkaian listrik).  Biar gak telat aku berangkat jam 08.00. Secara kalkulasi dibutuhkan kurang lebih 40 menit buat sampai di kampus. Maklum jarak kos-kosan lumayan jauh dengan kampus sob. Bis umum selalu setia menagantarku ke kampus dengan merogoh kocek 2.500 rupiah. Gak tahu dah kalau besok. Dengar-dengar BBM mau naik. Otomatis ongkos bis turut naik. Oh my god. Harus merogoh kocek lebih dalam.
Aku baru kalau jam 8 adalah saat yang tepat buat para kendaraan bertumpah ruah disepanjang jalan kota jogja. Sumprit. Jalan macet. Jogja sekarang macet. Kayak Jakarta. Ampun. Jangan sampai macet menghambatlaju bis yang aku tumpangi. Ternyata salah. Bisnya merayap. Lebih pelan dari jalanya siput. Huft.
                Jam hp menunjukkan masih ada 10 menit menuju jam 9. Hati mulai was-was. Takut kalau telat.
Tuh kan sampai digerbang kampus sudah jam 9 lebih 10 menit. Semua ini gara-gar macet. Ternyata tolerir waktu selama 20 menit masih belum cukup buat menghindar dari telat. Kaki kiri menyentuh tanah saat turun dari bis. Secepat kilat aku langsung mengambil langkah seribu. Wess. Dengan bentuk tubuh yang ramping mendukungku buat berlari cepat.
Sampai  di depan kelas .Nafas tersengal-sengal. Saking paniknya dan capek minta ampun. Aku butuh oksigen lebih. Kalau sobat pernhal lihat ikan yang kesasar di darat dan merasa menderita gara-gara gak kekurangan air, nah itulah keadanku saat it.
Dig dug. Dig dug. Mati aku. Aku telat. Aku buka pintu dengan penuh kekhawatiran. Ngik. Suara jendela pintu terbuka.huh. Aman. Ternyata dosennya belum datang. Selamat-selamat. Padahal sudah jam setengah sepuluh. Responsi pun belum dimulai.
Awalnya senang gara-gara gak telat. Tapi. Pak budi gak kunjung datang. Padahal aku sudah menunggu satu jam. Yah menunggu adalah hal yang membodankan. Menunggu adalah satu-satunya hal yang paling absurd di dunia ini. Gak jelas antara jadi dan gak jadi.
Satu menit kemudian.
Jeng-jeng. Akhirnya pak budi datang. Tanpa banyak cingcong responsi langsung dimulai. Absen 1 sampai 4 masuk ruangan. Seterusnya dan aku absen 34. Lengkaplah sudah hal absurd yang aku lakukan. Aku harus menunggu dan menunggu. Aku dapat giliran yang terakhir.
Udah. Aku ga mau cerita pas response sama pak budi. Geje dan absurd abis. Dalam batin aku berkata. Responsi macam apa ini. Gek jelas semua.
Saatnya pulang.
Naik bis lagi. Aku nunggu di pinggir jalan. Nah lhoh. Nunggu lagi. Kayaknya hidupku penuh dengan kata menunggu. Lama. Bis gak datang. Dan belum datang. Gak tahu kapan datang.
Tipa-tiba aku melihat hal konyol. Ada cewek lari di kejar cowok. Batinku. Ngapain tu orang siang panas kayak gini malah main lari-larian. Kayak anak kecil. Tapi ada yang aneh. Ceweknya nangis. Srett. Aku tahu. Berdasarkan analisis pribadiku pasti mereka pasangan pacar dan lagi berantem. Aha. Pasti si cewek marah sama cowok lantaran cowoknya habis selingkuh. Atau gara-gara cowoknya gak segera nglamar si cewek. Atau lagi si cowoknya guy. Atau dan atau lainnya.
Si cewek lari. Si cowok mengejar. Ya kayak kucing ngejar kucing gitu. Lari sana. Lari sini. Lama merka kejar-kejaran. Akhirnya si cowoknyerah. Dia gak ngejar lagi. Emang kecapekan atau member kebebasan buat cewek. Kalau dipikir-pikir mereka kayak di FTV. Hidup penuh drama.
Aku dape bis. Udah lupakan hal tadi. Saatnya pulang. Naik bis.
Ada ibu-ibu bertengkar sama anak muda, laki-laki. Kalau aku gak salah denger mereka bertengkar gara-gara kecelakaan kecil. Ih si ibu gak mau ngalah. Si anak muda juga. Padahal mobil keduanya gak rusak kok. Tapi gak tahu kenapa mereka bisa sewot kayak gitu. Emang dasar orang kaya. Karena hal sepele bisa saling hujat dan marahan.
Udahlah. Dari pada bingung lihat hal absurd lainnya. Mending aku tidur. Dan tidur di bis.

Jumat, 21 Juni 2013

[Artikel] Energi Surya Sebagai Sumber Energi Masa Depan



ENERGI SURYA SEBAGAI SUMBER ENERGI MASA DEPAN INDONESIA

Arif Sudrajat
12306141034



Program Studi Fisika
Jurusan Pendidikan Fisika
Universitas Negeri Yogyakarta
Tahun 2013
Email:sudrajat_arif@ymail.com

Senin, 17 Juni 2013

Lompat

14 April 2013
Lapangan Sekolah Psikioterapi

"Kami melompat bersama...Tiba sebuah kemenangan kecil dalam hidup"

Bola



 
18 Juni 2013
Lapangan Sekolah Psikioterapi

"Saling berebut bola layaknya sisitem kehidupan yang harus berkompetisi"

MEMBANGUN HUKUM DI NEGARA HUKUM


MEMBANGUN HUKUM DI NEGARA HUKUM
BUILT LAW IN THE COUNTRY LAW
  
Arif Sudrajat
12306141034
Program Studi Fisika, UNY


ABSTRAK
Hukum merupakan aturan yang bertujuan menciptakan keadilan dalam kehidupan masyarakat. Dengan adanya hukum maka akan ada perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Mengenai definisi hukum sendiri belum ada kesepakatan diantara para ahli hukum.
Para pakar hukum hanya mendifinisikan hukum sesuai pendapat masing-masing. Menurut salah satu ahli hukum bahwa fungsi hukum adalah sebagai alat kontrol sosial dan perekayasa sosial. Sedangkan hukum yang berlaku diwilayah-wilayah Indonesia bermacam-macam karena memiliki adat yang berbeda-beda. Banyak tantangan yang harus dilalui system hukum di Indonesia. Salah satunya adalah lemahnya penegakkan hukum itu sendiri. Penegakkan hukum tidak berjalan dengan baik dan pelaksanaannya telah diselewengkan sedemkian rupa , sehingga bertentangan dengan prinsip keadilan. Upaya-upaya kreatif perlu dilakukan baik dalam pelaksanaan pembentukan dan  pembaharuan maupun penegakkan hukum serta peningkatan profesionalisme aparatur penegak hukum. Sehingga penegakkan hukum dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Oleh karena itu dirasa perlu untuk melakukan reformasi hukum. Dalam hal ini Indonesia tidak akan pernah terlepas dari Pancasila guna menegakkan hukum di Indonesia.
Kata Kunci: Reformasi Hukum, Law Enforcement, Judical Corruption


PENDAHULUAN
Hukum lahir dari suatu dimensi social yang bertujuan untuk menciptakan ketertiban, kemanaan dan keadilan social bagi seluruh rakyat. Dengan adanya hukum maka hak asasi manusia dapat dilindungi tanpa ada pelanggaran dari individu lain. Namun hal yang perlu diperhatikan adalah cara merumuskan hukum yang bersumber dari nilai masyarakat Indonesia sehingga akan tercipta hukum yang mampu mengimplementasikan keinginan dari bangsa Indonesia.
Pilar yang paling utama untuk membentuk hukum sepert diatas adalah bagaimanan membentuk pemahaman yang menyeluruh kepada aparat penegak hukum dalam memahami dan menjalankan aturan yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan yang sedang berlaku dimasyaraka. Hukum yang seharusnya terbangun adalah hukum yang sesuai dengan nurani bangsa Indonesia yaitu pancasila sebagai pencerminan nilai keadilan dan kemanusiaan (Abdul Razak : Hal 3).
Selain pilar di atas untuk membangun hukum dinegara hukum seperti Indonesia sebaiknya dibangun dengan mengembangkan perangkat itu sendiri sebagai sebuah sisitem yang fungsional dan berkeadilan,   dikembangkan dengan menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan social yang lebih teratur dan tertib, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat (society), berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu system hukum harus dibangun dan ditegakkan sebagaimana mestinya , dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang berkedudukan paling tinggi (Jimly Asshiddiqie :hal 1).
Permasalahan yang mendasar dalam penegakkan hukum di Indonesia adalah penegakkan supremasi hukum yang masih lemah. Permasalahan penegakkan hukum diindonesia bukanlah fenomena yang baru seumur jagung, melainkan telah berlangsung sangat lama sehingga telah memasuki sendi-sendi hukum itu sendiri. Penegakkan hukum di Indonesia sering kali tidak sejalan dengan apa yang diharapkan yaitu keadilan. Bahkan hukum di Indonesia tidak menjadi panglima tertinggi sebagai pencipta keadilan, melainkan menjadi alat politik maupun alat kekuasaan (Abdul Razak : Hal 8)
Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Pernyataan ini sesuai dengan isi undang-undang dasar 1945 pasal 1 ayat 3 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Maka segala sesuatu yang dilakukan oleh rakyat maupun pemerintah harus bersandarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Apabila tindakan individu atau kelompok bersebrangan dengan peraturan hukum yang berlaku maka orang tersebut berhak untuk dikenai sanksi hukum.
Melalui hukum manusia hendak mencapai ketertiban hukum dan keadilan (Rukiyati, dkk 2008). Ketertiban hukum dan keadilan akan tercapai jika pelaksanaannya berlangsung dengan baik dan benar. Artinya hukum tersebut harus dilaksanakan sesuai fungsinya. Sedangkan fungsi hukum itu sendiri  (Rusli Effendy, dkk 1991) adalah sebagai sarana kontrol sosial dan alat perekayasa sosial.
Hukum yang seharusnya menjadi jembatan  dalam mewujudkan apa yang dicita-citakan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantu dalam pembukaan UUD 1945 pada alenia keempat yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia , memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social (Supremasi Hukum, Vol 1, No 1, 1 Juni 2012  Hal 50).
Namun pada kenyataannya pelaksanaan hukum di Indonesia sendiri masih banyak mengalami penyimpangan. Hukum yang seharusnya tidak memandang bulu dalam menegakkan keadilan pada kenyataannya dijadikan sebagai “boneka” bagi kalangan tertentu. Oleh karena itu diperlukannya usaha-usaha untuk mengembalikan keadilan hukum yang sesungguhnya di negara hukum seperti Indonesia. Sehingga setelah artikel ini selesai disusun setidaknya akan memunculkan salah satu upaya untuk membangun hukum di negara hukum (Indonesia).
PEMBAHASAN
Definisi Hukum
Arti hukum dari segi etimologi
1.      Hukum
Kata hukum berasal dari bahasa arab dan merupakan bentuk tunggal. Kata jamaknya adalah “alkas” dan selanjutnya diambil alih dalam bahasa Indonesia menjadi “hukum” (Soeroso, 1992:24).
2.      Recht
Recht berasal dari “rectum”(bahasa latin0 yang berarti bimbingan atau tuntunan. Recht dapat diartikan hukum yang memiliki dua unsure penting yaitu “kewibawaan dan keadilan”( Soeroso, 1992:24-25).
3.      Ius
Kata ius (latin) berarti hukum. Berasal dari kata “Iubere” artinya mengatur  (Soeroso, 1992:25).
4.      Lex
Kata lex(bahasa latin) berasal dari kata “lesere” artinya mengumpulkan. Yaitu mengumpulkan orang-orang untuk diperintah( Soeroso, 1992:25).
Definisi hukum oleh berbagai pakar
Berikut adalah beberapa definisi hukum menurut beberapa para ahli hukum
1.      Prof. Dr. P. Borst
Menurut Borst hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di dalam masyarakat, yang pelaksanaannya dapat dipaksaan dan bertujuan mendapatkan tata atau keadila (Soeroso, 1992:27).
2.      Prof. Dr. van Kan
Dalam bukunya “Inleiding tot de Rechtswetenschap” mendefinisikan hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat (Soeroso, 1992:27).
3.      W. levensbergen
Hukum menurut W. levensbergen , pertama-tama merupakan pengatur, khususnya untuk pengaturan perbuatan manusia di dalam masyarakat(Soeroso, 1992:30).
4.      Kantorowich
Dalam bukunya yang berjudul “The Difinitioan of law”, kantorowich menyatakan bahwa
Law is a body of social rule prescribing external conduct and considered justisi able”.
Yang artinya “Hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan social yang mewajibkan perbuatan lahir yang mempunyai sifat keadilan serta dapat dibenarkan.” (Soeroso, 1992:31).
5.      M. H. Tirtaamidjaja, SH.
Hukum ialah semua aturan (norma) yang harus ditaati dalam tingkah laku, tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman harus mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu, akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpama orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya (Soeroso, 1992:337).

Hukum Dalam Berbagai Definisi
Selain definisi hukum secara etimologi dan menurut pendapat para pakar hukum akan dibahas pula pengertian hukum menurut pandangan masyarakat. Pandangan-pandangan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Hukum sebagai keputusan penguasa
Sebagai keputusan penguasa hukum merupakan serangkaian peraturan tertulis, seperti  undang-undang dasar, undang-undang, keputusan presiden, peratuan pemerintah, keputusan menteri dan peraturan daerah. Peraturan-peraturan tersebut dibuat oleh pihak-pihak yang berwenang dalam hal ini adalah badan legislative. Misalnya DPR bersama presiden membuat undang-undang, peraturan daerah dibuat oleh DPRD dan gubernur.
Selain itu, putusan hakim juga bisa dikatakan sebagai hukum sebagai keputusan pengusa, karena ia mempunyai kekuatan hukum sebagai manifestasi di dalam masyarakat. Mereka diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengatur dan membimbing agar hubungan anggota masyarakat sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah(R. Soeroso, 1992:39).
2.      Hukum sebagai gejala social
Dalam hubungan social masyarakat sering terjadi pertentangan sehingga menimbulkan perselisihan dan kekacauan di dalam masyarakat. Untuk mengatasinya diadakan ketentuan yang mengatur yaitu tata tertib yang dapat mengembangkan kepentingan yang bertentangan tersebut sehingga timbul perdamaian. Ketentuan tersebut merupakan petunjuk hidup yang merupakan hukum dan berkembang bersama masyarakat. Dengan kata lain hukum merupakan gejala social (R. Soeroso, 1992:39-40).
3.      Hukum dalam arti kaidah
Sebagai kaidah atau norma dapat dirumuskan bahwa ilmu hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah) dan larangan-larangan yang mengatur tata  tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian seiap anggota masyarakat wajib menaati petunjuk–petunjuk hidup sedemikian rupa, sehingga tata tertib dalam masyarakat bisa terpelihara dengan baik (R. Soeroso, 1992:40).
4.      Hukum dalam arti tata hukum
Hukum dalam arti tata hukum adalah hukum yang sedang berlaku di suatu negara. Hukum ini diwujudkan dengan peraturan yang saling berhubungan dan menguntungkan tata hukum yang meliputi perbuatan apa ang boleh dan perbuatan apa yang tidak boleh untuk dilakukan. Selain itu hukum juga mengandung hak dan kewajiban serta wewenang individu (R. Soeroso, 1992:43).
Keadaan Hukum Di Indonesia
Sebelum adanya hukum nasional  atau kodifikasi, hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat. Negara Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau notabene memilki karakteristik  adat masing-masing. Setiap daerah memiliki adat istiadat yang berbeda. hal inilah yang menyebabkan hukum yang berlaku sebelum adanya kodifikasi adalah hukum adat. Semisal hukum yang berlaku di Jawa berbeda dengan hukum yang berlaku di Minangkabau.
Menurut V. Vollenhoven di Indonesia memiliki 19 macam masyarakat hukum adat atau rechtsgemeenschappen. Tiap-tiap rechtsgemeenschap memiliki hukum adatnya masing-masing yang berbeda dengan hukuk adat di rechtsgemeenschap yang lain. Hal ini memunculkan tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum di seluruh wilayah hukum (R. Soeroso, 1992:79).
Ketaatan Pada Hukum
Terlepas dari adanya sanksi, secara sadar atau tidak pada umumnya orang menaati hukum yang ada karena beberapa hal seperti pendapat Utrecht. Orang menaati hukum karena mereka merasakan bahwa peraturan-peraturan itu dirasakan sebagai hukum. Mereka benar-benar sadar akan peraturan yang berlaku.
Selain itu ada rasa keharusan menerima hukum tersebut suapaya ada rasa ketentraman. Mereka menganggap peraturan sebagai peraturan hukum secara rasional. Penerimaan rasional ini merupakan akibat dari adanya sanksi hukum. Mereka memilih untuk menaati hukum yang berlaku agar tidak merasakan kesulitan ketika mereka melanggar hukum. Karena jika melanggar hukum mereka akan mendapatkan sanksi.Factor lainnya adalah adanya paksaan (sanksi social). Pemerintah memiliki aparat pemerintah untuk memaksa masyarakat mau menaati hukum yang berlaku.
Tantangan Kekinian
Pada saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan walaupun sudah satu dasawarsa reformasi berjalan, tantangan tersebut kalau diverifikasi sesuai degan Ketetapan MPR Nomor V/MPR/2000 tentang pemantapan persatuan dan kesatuan nasional dan kondisi bangsa Indonesia. Beberapa permasalahan itu (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisai MPR, 2012: 102-103) adalah sebagai berikut:
a.       Nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa tidak dijadikan sumber etika dalam berbangsa dan bernegara oleh sebagian masyarakat. hal itu kemudian melahirkan krisis akhlak dan moral yang berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum dan pelanggaran hak asasi manusia.
b.      Penegakkan hukum tidak berjalan dengan baik dan pelaksanaannya telah diselewengkan sedemkian rupa , sehingga bertentangan dengan prinsip keadilan yaitu persamaan hak warga negara di hadapan hukum.
Masih banyak permasalahan lain yang terjadi berkenaan dengan hukum di Indonesia. Namun penulis hanya memaparkan dua permasalahan pokok yang dialami system hukum indoensia seperti diatas.
Penegakkan Hukum Di Indonesia
Dikaitkan dengan keadaan yang kita hadapi saat ini, yaitu lemahnya penegakan hukum, baik menyangkut masalah KKN, pelanggaran HAM, tingginya tingkat kriminalitas, praktek penggunaan kekerasan dan pengerahan massa dalam berdemokrasi, praktek penjarahan, penyerobotan hak-hak orang lain, dan lain-lain, dalam jangka pendek adalah tepat untuk memberi prioritas pada proses penegakan hukum (law enforement) yang dilakukan melalui pembenahan sistem peradilan kita yang mencakup: badan peradilan, kepolisian, kejaksaan, pengacara dan konsultan hukum, pengelola lembaga pemasyarakatan, peningkatan etika moral dan kemampuan profesi hukum, penggunaan Bahasa Indonesia yang jelas dan tepat (Taswem Tarib, 2010: 7).
Permasalahan penegakkan hukum di Indonesia, terletak pada 3 faktor yaitu integritas aparat penegak hukum, produk hukum, dan tidak dilaksanakannya nilai-nilai pancasila oleh aparat penegak hukum dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Lebih lanjutnya Lawrence friedman mengemukakan 3 aspek yang menjadi dasar keterpurukan hukum suatu negara adalah struktur, substansi dan kultur.
Structure (struktur) yaitu keseluruhan institusi-institusi hukum yang adad beserta aparatnya, mencakupi antara lain kepolisian dengan para polisinya, kejaksaan dengan para jaksanya, pengadilan dengan para hakimnya. Substance (substansi) yaitu keseluruhan aturan hukum, norma hukum dan asas hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan. Culture (budaya) hukum yaitu opini-opini, kepercayaan-kepercayaan (keyakinan-keyakinan), kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir, dan cara bertindak, baik dari para penegak hukum maupun warga masyarakat, tentang hukum dan berbagai fenomena yang berkaitan dengan hukum. (Lawrence M. Friedman, 1975:11-16).
Sebagai pembanding, Sunaryati Hartono memerinci unsur-unsur system hukum ke dalam 12 unsur, yaitu (1) filsafat (termasuk asas-asas hukum), (2) substansi atau materi hukum, (3) keseluruhan lembaga-lembaga hukum, (4) proses dan prosedur hukum, (5) sumber daya manusia (brainware), (6) system pendidikan hukum, (7) susunan dan system organisasi serta koordinasi antar lembaga hukum, (8) peralatan perkantoran lembaga-lembaga, (10) informasi hukum , perpustakaan dan penerbitan dokumen serta buku, (11) kesadaran hukum dan perilaku masyarakat, (12) anggaran belanja negara yang disediakan bagi pelaksanaan tugas lembaga hukum  dan penyelenggaraan pembangunan hukum yang profesional.
Problematika penegakan hukum di Indonesia sangat sulit untuk diruntut, seperti mencari sampul pangkal dari suatu lingkaran, sehingga membuat kejahatan menjadi berdaulat di peradilan Indonesia. Ketua mahkamah Konstitusi, Mahfud MD dalam politik Hukum di Indonesia, mengatakan bahawa:
…Mereka heran ketika melihat bahwa hukum tidak selalu dapat dilihat sebagai penjamin kepastian hukum, penegak hak-hak masyarakat, atau penjamin keadilan. Banyak sekali peraturan hukum yang tumpul, tidak mempan memotong kesewenang-wenangan, tidak mampu menegakkan keadilan dan tidak dapat menampilkan dirinya sebagai pedoman yang harus diikuti dalam menyelesaikan berbagai kasus yang seharusnya bisa dijawab oleh hukum. Bahkan banyak produk hukum yang lebih banyak diwarnai oleh kepentingan-kepentingan politik pemegang kekuasaan dominan. (Mahfud MD, 2001:1).
Dalam bukunya Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, Mahfud MD menjelaskan bahwa persoalan yang muncul dalam pelaksanaan penegakkan hukum justru disebabkan oleh aparat penegak hukum. Hingga saat ini, selalu ada kekagetan sehubungan berita tentang mafia peradilan. Selama era reformasi telah dikeluarkan berbagai kebijakan umum yang semula dimaksudkan untuk membangun peradilan yang merdeka, bersih dan berwibawa.
Selama orde baru, salah satu persoalan yang sering dikemukakan adalah tidak bebasnya lembaga peradilan dari intervensi pemerintah karena pembinaan administrasi, kepegawaian, dan financial hakim yang berada dibawah eksekutif. Setelah persoalan ini diatasi pada era reformasi ternyata perseoalan tersebut tidak selesai. Dalam kenyataannya isu mafia peradilan bukan semakin mereda, malahan sebaliknya, semakin memprihatinkan. Diindikasikan bahwa kebebasan yang diberikan kepad para hakim bukan dimanfaatkan untuk menegakkan peradilan yang benar dan bersih, melainkan digunakan hakim sebagai peluang kebebasan untuk melakukan apapun termasuk judical corruption (mafia peradilan) itu sendiri (Moh. Mahfud MD, 2010: 43)
Ada yang mengatakan bahwa lemahnya penegakkan hukum disebabkan pula oleh budaya huku di negeri ini yang dinilai tidak kondusif bagi pembangunan system hukum yang diinginkan. Budaya hukum, yang diartikan sebagai sikap masyarakat terhadap hukum dan system hukum yang mencakup kepercayaan, nilai, ide dan harapan-harapan masyarakat terhadap hukum, ternyata tidak kondusif bagi pembangunan hukum karena cenderung elitis dan korup (Moh. Mahfud MD, 2010: 44).
Selain itu dibutuhkan system hukum yang adil. Semua warga negara berkedudukan sama didepan hukum dan berhak mendapatkan keadilan. Hukum ditegakkan untuk keadilan dan bukan untuk kepentingan kekuasaan ataupun kelompok kepentingan tertentu. Tantangan untuk menegakkan keadilan adalah terwujudnya aturan hukum yang adil serta inistitusi hukum dan aparat penehak hukum yang jujur, professional, dan tidak terpengaruh oleh penguasa. Supremasi hukum ditegakkan untuk menjamin kepastian hukum, keadilan, dan pembelaan hak asasi manusia (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisai MPR, 2012: 13).
Upaya-upaya kreatif perlu dilakukan baik dalam pelaksanaan pembentukan dan  pembaharuan maupun penegakkan hukum serta peningkatan profesionalisme aparatur penegak hukum. Sehingga penegakkan hukum dapat terlaksana sebagaimana mestinya.
Dalam melakukan penegakkan hukum di Indonesia tidak akan pernah lepas dengan sumber ideology negara Indonesia yakni Pancasila. Dari dulu hingga sekarang bahkan massa mendatang kedudukan pancasila sebagai dasar dan ideologi negara tidak akan pernah tergeser oleh paham apapun. Mengapa? Setidaknya ada dua hal yang menjadi factor kokohnya kedudukan pancasila yang tidak akan (dapat) diganggu gugat.
Pertama, Pancasila sangat cocok dijadikan platform kehidupan bersama bagi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dan beraneka ragam agar tetap terikat erat sebagai bangsa yang bersatu. Kedua, Pancasila termuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya ada pernyataan kemerdekaan oleh bangsa Indonesia sehingga apabila Pancasila diubah, berarti Pembukaan UUD pun turut diubah. Apabila pembukaan uud 1945 diubah maka kemerdekaan yang pernah dinyatakan (di dalam Pembukaan tersebut) dianggap menjadi tidak ada lagi. Se hingga hal ini akan menjadikan Indonesia menjadi tidak ada atau bubar (Moh. Mahfud MD, 2010: 51).
Reformasi Hukum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, reformasi hukum adalah perubahan secara drastic untuk perbaikan di bidang hukum dalam suatu masyarakat atau negara. Sedangkan menurut Menteri Kehakiman Muladi, reformasi hukum adalah proses demokratisasi dalam pembuatan, penegakkan, dan kesadaran hokum. Dalam hal pembuatan hukum bukan aspirasi penguasa saja yang ditonjolkan melainkan juga harus mendengarkan aspirasi dari siapa saja yang berkepentingan dengan pemerintahan (pemangku kepentingan).
Pesatnya perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakt yang diakibatkan oleh globalisasi di bidang ekonomi dan perdagangan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan hukum yang seharusnya sebagai kaidah yang mendahului dinamika masyarakat tidak dapat memainkan perannya sebagai rekaya social yang member dasar dan sekaligus arah perkembangan agar tetap sesuai dengan wawasan dan nilai-nila luhru kepribadian bangsa Indonesia (Supremasi Hukum, Vol 1, No 1, Juni 2012).
Suatu hal yang sangat penting dalam pelaksanaan reformasi hukum adalah merumuskan strategi yang tepat yang tidak hanya mampu menjangkau kebutuhan hukum saat ini, tetapi juga mampu menjangkau (mengantisipasi) kebutuhan hukum masa depan yang meliputi suatu rentang waktu yang cukup panjang. Dalam merumuskan strategi tersebut, pertama-tama perlu dilakukan inventarisasi terhadap permasalahan-permasalahan yang perlu di reformasi, baik dari aspek materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana hukum serta budaya hukumnya. Setelah itu, perlu dilakukan penetapan prioritas tentang unsur-unsur yang harus didahulukan (Taswem Tarib, 2010: 7).
Kiranya dalam rangka melakukan reformasi hukum tersebut ada beberapa hal yang harus dilakukan antara lain (Taswem Tarib, 2010: 10):
a.       Penataan kembali struktur dan lembaga-lembaga hukum yang ada termasuk sumber daya manusianya yang berkualitas.
b.      Perumusan kembali hukum yang berkeadilan.
c.       Peningkatan penegakkan hukum dengan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hukum.
d.      Pengikutsertaan rakyat dalam penegakkan hukum (dalam hal ini rakyat harus diposisikan sebagai subjek/neccessary condition).
e.       Pendidikan publik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap hukum.
f.       Penerapan konsep Good Governance.

PENUTUP
Permasalahan penegakkan hukum di Indonesia, terletak pada 3 faktor yaitu integritas aparat penegak hukum, produk hukum, dan tidak dilaksanakannya nilai-nilai pancasila oleh aparat penegak hukum dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Ada yang mengatakan bahwa lemahnya penegakkan hukum disebabkan pula oleh budaya huku di negeri ini yang dinilai tidak kondusif bagi pembangunan system hukum yang diinginkan.
Dibutuhkan system hukum yang adil. Semua warga negara berkedudukan sama didepan hukum dan berhak mendapatkan keadilan. Hukum ditegakkan untuk keadilan dan bukan untuk kepentingan kekuasaan ataupun kelompok kepentingan tertentu. Tantangan untuk menegakkan keadilan adalah terwujudnya aturan hukum yang adil serta inistitusi hukum dan aparat penehak hukum yang jujur, professional, dan tidak terpengaruh oleh penguasa. Supremasi hukum ditegakkan untuk menjamin kepastian hukum, keadilan, dan pembelaan hak asasi manusia.


Daftar Pustaka
Basuki Udiyo,dkk. 2012. Supremasi Hukum. Jurnal Kajian Ilmu Hukum Vol.1, No.1, Juni 2012.Yogyakarta: Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syari’ah Dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Mahfud MD, Moh. 2010. Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Mas, Marwan. 2011. Pengantar Ilmu Hukum. Cetakan ke-9. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisai MPR. 2012. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.
Razak, Abdul. 2012. Problematika Penegakkan Hukum Di Indonesia Menuju Hukum Yang Responsif Berlandaskan Nilai-Nilai Pancasila. Jurnal. Makassar: Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Hasanuddin.
Sanyoto. 2008. Penegakkan Hukum Di Indonesia. Artikel ilmiah. Purwokerto : Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Soeroso, R. 2007. Pengantar Ilmu Hukum. Edisi 1, Cet.9. Jakarta: Sinar Grafika.
Tarib ,Taswem.2010. Reformasi Hukum Di Indonesia. Makalah. Jakarta
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Entri Populer

Diberdayakan oleh Blogger.
 

Followers

 

Blogger news

Templates by Nano Yulianto | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger