Fisika Pun Proses
Mungkin orang akan beranggapan bahwa aku orang
hebat karena sudah kuliah dijurusan fisika. Ini karena persepsi mereka yang
sedikit keliru. Keliru tentang fisika. Mereka mengaggap bahwa fisika adalah
pelajaran yang sulit dan hanya ditakdirkan bagi orang-orang yang memilki
kecerdasan lebih alias pintar. Padahal itu tidak bisa sepenuhnya dibenarkan.
Tidak selalu orang yang kuliah di fisika
adalah kaum-kaum dengan intelegensi tinggi. Bahkan bisa saja sebaliknya. Tidak sedikit
yang mengatakan bahwa mereka ”nyasar” masuk di fisika. Pernyataan ini aku
dasarkan pada keadaan yang terjadi di kelas. Meskipun tidak sedikit yang
mengatakan bahwa mereka cukup senang dengan masuk jurusan fisika.
Hampir sebagian besar mereka adalah “buangan”
dari kampus tetangga. “buangan” dalam artian tidak diterima di ugm dan malah
terdampar di uny. Semua orang tahu bahwa ugm adalah universitas dengan nomor
wahid. Tidak bisa dipungkiri bahwa ugm adalah kasta tertinggi, sedangkan uny
jauh dibawah ugm. Tidak salah jika uny atau dikenal dengan universitas negeri
yogyakarta dijadikan pilihan yang kedua saat pendaftaran mahasiswa baru. Alhasil
beberapa diantara mereka harus menelan pil hambar tertolak dari ugm dan masuk
di uny. Tapi setidaknya mereka masih punya keberuntungan masih berkesempatan
untuk kuliah.
Begitupun juga yang aku rasakan. Hanya saja
sedikit berbeda. Aku “terbuang” dari itb. Ya itb. Institute teknologi bandung. Institute
yang menjad rebutan banyak orang. Mungkin hanya calon mahasiswa dengan
intelegensi level utama yang bisa mencicipi indahnya system pendidikan di sana.
Dan aku belum cukup cerdas untuk itu.
Alhasil masuklah aku ke dunia fisika sampai
sekarang. Setidaknya sudah satu tahun bergelut disana. Memang fisika adalah
satu-satunya peljaran yang aku suka. Itu dulu. Mungkin juga sekarang. Aku masih
ingat pas pengumuman snmptn jalur tertulis tahun 2012. Masih melekat dalam
benak. Sedikit kecewa dengan hasil itu. “hana” diterima di uny. Bukan di itb. Meski begitu ada hal positif
yang harus dipelajari. Yakni bersedia untuk ikhlas menerima takdir.
Memori saat pertama kali menginjakkan kaki di
uny cukup tersimpan rapi dalam hardisk (otak). Luar biasa kala itu. Setidaknya mainset
ku bahwa universitas ini besar dan megah. Tapi setelah aku menginjakkan kaki di
bumi ugm seolah persepsi itu tertepis. Ada yang lebih megah dari uny. Yaitu ugm.
Titik awal muncunya pundi-pundi kedengkian dengan nasib teman. Cukup.
Pertama kali masuk kuliah. Cukup menjadi
peristiwa dengan kategori special. Pertama. Tidak tahu ruang kelas. Akirnya tanya
petugas. Masuk ke kelas penuh dengan rasa bangga dan minder. Bangga karena jadi
mahasiswa. Minder karena berada ditengah mahasiswa lainnya. Saat itu belum ada
dosen. Dengan penuh rasa bangga aku maju ke depan kelas, memulai untuk
memperkenalkan diri. Dengan harapan akan jadi ketua kelas saat itu. Salah satu
trik. Obsesi menjadi ketua masih lekat denganku. Ingin meneruskan budaya
menjadi ketua kelas tempo dulu saat masih duduk dibangku sma. Saat itu aku
dipercaya menjadi ketua kelas tiga tahun berturut-turut. Dan aku baru sadar
bahwa belum saatnya aku menjadi ketua kelas di level mahasiswa. Temanku yang
lebih dipercaya untuk jadi ketua kelas di fisika B. Yoradab adalah julukannya.
Bulan pertama, kedua, ketiga dan keempat tidak
lancar. Semenjak jadi mahasiswa fisika aku tidak pernah belajar sekadar membuka buku pelajaran. Kebiasan buruk itu
merembet kemana-mana. Bulan september tanggal 4 tahun 2013 menjadi titik balik
dalam hidup. Belajar yang dulu dijadikan hal yang fardhu sekarang seolah
menjadi sesuatu yang haram untuk dilakukan. Sejak saat itulah aku lupa dengan
arti dari belajar dan bagaimana cara belajar yang baik. Sampai sekarang.
Dua semester kawin dengan fisika merasa belum
mendapatkan apapun. Hampir semua mata
kulaih yang diberikan dosen hanya sebuah materi. Materi yang digunakan sebagai
senjata untuk mendapatkan nilai a dari dosen. Bukan sebuah ilmu yang seharusnya didapatkan oleh pencari ilmu. Kuliah
satu tahun tidak semakin pintar malah semakin “bodoh”.
Terlepas dari itu semua. Aku masih punya
keyakinan bahwa semua ini adalah sebuah proses yang wajib dijalani oleh semua
insan sebagai jalan menuju hal yang benar. Apapun keadaan sekarang tetap saja
sebuah proses.
0 komentar:
Posting Komentar