MEMBANGUN
HUKUM DI NEGARA HUKUM
BUILT
LAW IN THE COUNTRY LAW
Arif
Sudrajat
12306141034
Program
Studi Fisika, UNY
ABSTRAK
Hukum merupakan aturan yang bertujuan
menciptakan keadilan dalam kehidupan masyarakat. Dengan adanya hukum maka akan
ada perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Mengenai definisi hukum sendiri
belum ada kesepakatan diantara para ahli hukum.
Para pakar hukum hanya
mendifinisikan hukum sesuai pendapat masing-masing. Menurut salah satu ahli
hukum bahwa fungsi hukum adalah sebagai alat kontrol sosial dan perekayasa sosial.
Sedangkan hukum yang berlaku diwilayah-wilayah Indonesia bermacam-macam karena memiliki
adat yang berbeda-beda. Banyak tantangan yang harus dilalui system hukum di
Indonesia. Salah satunya adalah lemahnya penegakkan hukum itu sendiri. Penegakkan
hukum tidak berjalan dengan baik dan pelaksanaannya telah diselewengkan
sedemkian rupa , sehingga bertentangan dengan prinsip keadilan. Upaya-upaya
kreatif perlu dilakukan baik dalam pelaksanaan pembentukan dan pembaharuan maupun penegakkan hukum serta
peningkatan profesionalisme aparatur penegak hukum. Sehingga penegakkan hukum
dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Oleh karena itu dirasa perlu untuk
melakukan reformasi hukum. Dalam hal ini Indonesia tidak akan pernah terlepas
dari Pancasila guna menegakkan hukum di Indonesia.
Kata
Kunci: Reformasi Hukum, Law Enforcement, Judical Corruption
PENDAHULUAN
Hukum
lahir dari suatu dimensi social yang bertujuan untuk menciptakan ketertiban,
kemanaan dan keadilan social bagi seluruh rakyat. Dengan adanya hukum maka hak
asasi manusia dapat dilindungi tanpa ada pelanggaran dari individu lain. Namun
hal yang perlu diperhatikan adalah cara merumuskan hukum yang bersumber dari
nilai masyarakat Indonesia sehingga akan tercipta hukum yang mampu
mengimplementasikan keinginan dari bangsa Indonesia.
Pilar
yang paling utama untuk membentuk hukum sepert diatas adalah bagaimanan
membentuk pemahaman yang menyeluruh kepada aparat penegak hukum dalam memahami
dan menjalankan aturan yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan yang sedang
berlaku dimasyaraka. Hukum yang seharusnya terbangun adalah hukum yang sesuai
dengan nurani bangsa Indonesia yaitu pancasila sebagai pencerminan nilai
keadilan dan kemanusiaan (Abdul Razak : Hal 3).
Selain
pilar di atas untuk membangun hukum dinegara hukum seperti Indonesia sebaiknya
dibangun dengan mengembangkan perangkat itu sendiri sebagai sebuah sisitem yang
fungsional dan berkeadilan,
dikembangkan dengan menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan
politik, ekonomi dan social yang lebih teratur dan tertib, serta dibina dengan
membangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan impersonal dalam
kehidupan bermasyarakat (society), berbangsa dan bernegara. Oleh karena
itu system hukum harus dibangun dan ditegakkan sebagaimana mestinya , dimulai
dengan konstitusi sebagai hukum yang berkedudukan paling tinggi (Jimly
Asshiddiqie :hal 1).
Permasalahan
yang mendasar dalam penegakkan hukum di Indonesia adalah penegakkan supremasi
hukum yang masih lemah. Permasalahan penegakkan hukum diindonesia bukanlah
fenomena yang baru seumur jagung, melainkan telah berlangsung sangat lama
sehingga telah memasuki sendi-sendi hukum itu sendiri. Penegakkan hukum di
Indonesia sering kali tidak sejalan dengan apa yang diharapkan yaitu keadilan.
Bahkan hukum di Indonesia tidak menjadi panglima tertinggi sebagai pencipta
keadilan, melainkan menjadi alat politik maupun alat kekuasaan (Abdul Razak :
Hal 8)
Latar Belakang
Indonesia
adalah negara hukum. Pernyataan ini sesuai dengan isi undang-undang dasar 1945
pasal 1 ayat 3 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Maka
segala sesuatu yang dilakukan oleh rakyat maupun pemerintah harus bersandarkan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Apabila tindakan individu atau
kelompok bersebrangan dengan peraturan hukum yang berlaku maka orang tersebut
berhak untuk dikenai sanksi hukum.
Melalui
hukum manusia hendak mencapai ketertiban hukum dan keadilan (Rukiyati, dkk 2008).
Ketertiban hukum dan keadilan akan tercapai jika pelaksanaannya berlangsung
dengan baik dan benar. Artinya hukum tersebut harus dilaksanakan sesuai
fungsinya. Sedangkan fungsi hukum itu sendiri
(Rusli Effendy, dkk 1991) adalah sebagai sarana kontrol sosial dan alat
perekayasa sosial.
Hukum
yang seharusnya menjadi jembatan dalam
mewujudkan apa yang dicita-citakan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantu
dalam pembukaan UUD 1945 pada alenia keempat yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia , memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social (Supremasi Hukum,
Vol 1, No 1, 1 Juni 2012 Hal 50).
Namun
pada kenyataannya pelaksanaan hukum di Indonesia sendiri masih banyak mengalami
penyimpangan. Hukum yang seharusnya tidak memandang bulu dalam menegakkan
keadilan pada kenyataannya dijadikan sebagai “boneka” bagi kalangan tertentu.
Oleh karena itu diperlukannya usaha-usaha untuk mengembalikan keadilan hukum
yang sesungguhnya di negara hukum seperti Indonesia. Sehingga setelah artikel
ini selesai disusun setidaknya akan memunculkan salah satu upaya untuk
membangun hukum di negara hukum (Indonesia).
PEMBAHASAN
Definisi Hukum
Arti
hukum dari segi etimologi
1. Hukum
Kata
hukum berasal dari bahasa arab dan merupakan bentuk tunggal. Kata jamaknya
adalah “alkas” dan selanjutnya diambil alih dalam bahasa Indonesia menjadi
“hukum” (Soeroso, 1992:24).
2. Recht
Recht
berasal dari “rectum”(bahasa latin0 yang berarti bimbingan atau tuntunan. Recht
dapat diartikan hukum yang memiliki dua unsure penting yaitu “kewibawaan dan
keadilan”( Soeroso, 1992:24-25).
3. Ius
Kata
ius (latin) berarti hukum. Berasal dari kata “Iubere” artinya mengatur (Soeroso, 1992:25).
4. Lex
Kata
lex(bahasa latin) berasal dari kata “lesere” artinya mengumpulkan. Yaitu
mengumpulkan orang-orang untuk diperintah( Soeroso, 1992:25).
Definisi
hukum oleh berbagai pakar
Berikut
adalah beberapa definisi hukum menurut beberapa para ahli hukum
1. Prof.
Dr. P. Borst
Menurut
Borst hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia
di dalam masyarakat, yang pelaksanaannya dapat dipaksaan dan bertujuan
mendapatkan tata atau keadila (Soeroso, 1992:27).
2. Prof.
Dr. van Kan
Dalam
bukunya “Inleiding tot de Rechtswetenschap” mendefinisikan hukum adalah
keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan
manusia di dalam masyarakat (Soeroso, 1992:27).
3. W.
levensbergen
Hukum
menurut W. levensbergen , pertama-tama merupakan pengatur, khususnya untuk
pengaturan perbuatan manusia di dalam masyarakat(Soeroso, 1992:30).
4. Kantorowich
Dalam
bukunya yang berjudul “The Difinitioan of law”, kantorowich menyatakan bahwa
“Law
is a body of social rule prescribing external conduct and considered justisi
able”.
Yang
artinya “Hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan social yang mewajibkan
perbuatan lahir yang mempunyai sifat keadilan serta dapat dibenarkan.”
(Soeroso, 1992:31).
5. M.
H. Tirtaamidjaja, SH.
Hukum
ialah semua aturan (norma) yang harus ditaati dalam tingkah laku,
tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman harus mengganti kerugian
jika melanggar aturan-aturan itu, akan membahayakan diri sendiri atau harta,
umpama orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya (Soeroso,
1992:337).
Hukum
Dalam Berbagai Definisi
Selain
definisi hukum secara etimologi dan menurut pendapat para pakar hukum akan
dibahas pula pengertian hukum menurut pandangan masyarakat. Pandangan-pandangan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hukum
sebagai keputusan penguasa
Sebagai
keputusan penguasa hukum merupakan serangkaian peraturan tertulis, seperti undang-undang dasar, undang-undang, keputusan
presiden, peratuan pemerintah, keputusan menteri dan peraturan daerah.
Peraturan-peraturan tersebut dibuat oleh pihak-pihak yang berwenang dalam hal
ini adalah badan legislative. Misalnya DPR bersama presiden membuat
undang-undang, peraturan daerah dibuat oleh DPRD dan gubernur.
Selain
itu, putusan hakim juga bisa dikatakan sebagai hukum sebagai keputusan pengusa,
karena ia mempunyai kekuatan hukum sebagai manifestasi di dalam masyarakat.
Mereka diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengatur dan membimbing agar
hubungan anggota masyarakat sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah(R. Soeroso, 1992:39).
2. Hukum
sebagai gejala social
Dalam
hubungan social masyarakat sering terjadi pertentangan sehingga menimbulkan
perselisihan dan kekacauan di dalam masyarakat. Untuk mengatasinya diadakan
ketentuan yang mengatur yaitu tata tertib yang dapat mengembangkan kepentingan
yang bertentangan tersebut sehingga timbul perdamaian. Ketentuan tersebut
merupakan petunjuk hidup yang merupakan hukum dan berkembang bersama
masyarakat. Dengan kata lain hukum merupakan gejala social (R. Soeroso,
1992:39-40).
3. Hukum
dalam arti kaidah
Sebagai
kaidah atau norma dapat dirumuskan bahwa ilmu hukum adalah himpunan petunjuk
hidup (perintah-perintah) dan larangan-larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya
ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian seiap
anggota masyarakat wajib menaati petunjuk–petunjuk hidup sedemikian rupa,
sehingga tata tertib dalam masyarakat bisa terpelihara dengan baik (R. Soeroso,
1992:40).
4. Hukum
dalam arti tata hukum
Hukum dalam arti
tata hukum adalah hukum yang sedang berlaku di suatu negara. Hukum ini
diwujudkan dengan peraturan yang saling berhubungan dan menguntungkan tata
hukum yang meliputi perbuatan apa ang boleh dan perbuatan apa yang tidak boleh
untuk dilakukan. Selain itu hukum juga mengandung hak dan kewajiban serta
wewenang individu (R. Soeroso, 1992:43).
Keadaan
Hukum Di Indonesia
Sebelum
adanya hukum nasional atau kodifikasi,
hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat. Negara Indonesia sebagai
negara yang terdiri dari ribuan pulau notabene memilki karakteristik adat masing-masing. Setiap daerah memiliki
adat istiadat yang berbeda. hal inilah yang menyebabkan hukum yang berlaku
sebelum adanya kodifikasi adalah hukum adat. Semisal hukum yang berlaku di Jawa
berbeda dengan hukum yang berlaku di Minangkabau.
Menurut
V. Vollenhoven di Indonesia memiliki 19 macam masyarakat hukum adat atau
rechtsgemeenschappen. Tiap-tiap rechtsgemeenschap memiliki hukum adatnya
masing-masing yang berbeda dengan hukuk adat di rechtsgemeenschap yang lain.
Hal ini memunculkan tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum di seluruh
wilayah hukum (R. Soeroso, 1992:79).
Ketaatan
Pada Hukum
Terlepas
dari adanya sanksi, secara sadar atau tidak pada umumnya orang menaati hukum
yang ada karena beberapa hal seperti pendapat Utrecht. Orang menaati hukum
karena mereka merasakan bahwa peraturan-peraturan itu dirasakan sebagai hukum.
Mereka benar-benar sadar akan peraturan yang berlaku.
Selain
itu ada rasa keharusan menerima hukum tersebut suapaya ada rasa ketentraman.
Mereka menganggap peraturan sebagai peraturan hukum secara rasional. Penerimaan
rasional ini merupakan akibat dari adanya sanksi hukum. Mereka memilih untuk
menaati hukum yang berlaku agar tidak merasakan kesulitan ketika mereka
melanggar hukum. Karena jika melanggar hukum mereka akan mendapatkan
sanksi.Factor lainnya adalah adanya paksaan (sanksi social). Pemerintah
memiliki aparat pemerintah untuk memaksa masyarakat mau menaati hukum yang
berlaku.
Tantangan
Kekinian
Pada
saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan walaupun sudah
satu dasawarsa reformasi berjalan, tantangan tersebut kalau diverifikasi sesuai
degan Ketetapan MPR Nomor V/MPR/2000 tentang pemantapan persatuan dan kesatuan
nasional dan kondisi bangsa Indonesia. Beberapa permasalahan itu (Pimpinan MPR
dan Tim Kerja Sosialisai MPR, 2012: 102-103) adalah sebagai berikut:
a. Nilai-nilai
agama dan nilai-nilai budaya bangsa tidak dijadikan sumber etika dalam
berbangsa dan bernegara oleh sebagian masyarakat. hal itu kemudian melahirkan
krisis akhlak dan moral yang berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum dan
pelanggaran hak asasi manusia.
b. Penegakkan
hukum tidak berjalan dengan baik dan pelaksanaannya telah diselewengkan
sedemkian rupa , sehingga bertentangan dengan prinsip keadilan yaitu persamaan
hak warga negara di hadapan hukum.
Masih
banyak permasalahan lain yang terjadi berkenaan dengan hukum di Indonesia.
Namun penulis hanya memaparkan dua permasalahan pokok yang dialami system hukum
indoensia seperti diatas.
Penegakkan
Hukum Di Indonesia
Dikaitkan dengan keadaan yang kita hadapi saat ini,
yaitu lemahnya penegakan hukum, baik menyangkut masalah KKN, pelanggaran HAM,
tingginya tingkat kriminalitas, praktek penggunaan kekerasan dan pengerahan
massa dalam berdemokrasi, praktek penjarahan, penyerobotan hak-hak orang lain,
dan lain-lain, dalam jangka pendek adalah tepat untuk memberi prioritas pada
proses penegakan hukum (law enforement) yang dilakukan melalui pembenahan
sistem peradilan kita yang mencakup: badan peradilan, kepolisian, kejaksaan,
pengacara dan konsultan hukum, pengelola lembaga pemasyarakatan, peningkatan
etika moral dan kemampuan profesi hukum, penggunaan Bahasa Indonesia yang jelas
dan tepat (Taswem Tarib, 2010: 7).
Permasalahan
penegakkan hukum di Indonesia, terletak pada 3 faktor yaitu integritas aparat
penegak hukum, produk hukum, dan tidak dilaksanakannya nilai-nilai pancasila
oleh aparat penegak hukum dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Lebih
lanjutnya Lawrence friedman mengemukakan 3 aspek yang menjadi dasar keterpurukan
hukum suatu negara adalah struktur, substansi dan kultur.
Structure
(struktur) yaitu keseluruhan institusi-institusi hukum yang adad beserta
aparatnya, mencakupi antara lain kepolisian dengan para polisinya, kejaksaan
dengan para jaksanya, pengadilan dengan para hakimnya. Substance (substansi)
yaitu keseluruhan aturan hukum, norma hukum dan asas hukum, baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan. Culture (budaya)
hukum yaitu opini-opini, kepercayaan-kepercayaan (keyakinan-keyakinan),
kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir, dan cara bertindak, baik dari para penegak
hukum maupun warga masyarakat, tentang hukum dan berbagai fenomena yang
berkaitan dengan hukum. (Lawrence M. Friedman, 1975:11-16).
Sebagai
pembanding, Sunaryati Hartono memerinci unsur-unsur system hukum ke dalam 12
unsur, yaitu (1) filsafat (termasuk asas-asas hukum), (2) substansi atau materi
hukum, (3) keseluruhan lembaga-lembaga hukum, (4) proses dan prosedur hukum,
(5) sumber daya manusia (brainware), (6) system pendidikan hukum, (7)
susunan dan system organisasi serta koordinasi antar lembaga hukum, (8)
peralatan perkantoran lembaga-lembaga, (10) informasi hukum , perpustakaan dan
penerbitan dokumen serta buku, (11) kesadaran hukum dan perilaku masyarakat,
(12) anggaran belanja negara yang disediakan bagi pelaksanaan tugas lembaga
hukum dan penyelenggaraan pembangunan
hukum yang profesional.
Problematika
penegakan hukum di Indonesia sangat sulit untuk diruntut, seperti mencari
sampul pangkal dari suatu lingkaran, sehingga membuat kejahatan menjadi
berdaulat di peradilan Indonesia. Ketua mahkamah Konstitusi, Mahfud MD dalam
politik Hukum di Indonesia, mengatakan bahawa:
…Mereka
heran ketika melihat bahwa hukum tidak selalu dapat dilihat sebagai penjamin
kepastian hukum, penegak hak-hak masyarakat, atau penjamin keadilan. Banyak
sekali peraturan hukum yang tumpul, tidak mempan memotong kesewenang-wenangan,
tidak mampu menegakkan keadilan dan tidak dapat menampilkan dirinya sebagai
pedoman yang harus diikuti dalam menyelesaikan berbagai kasus yang seharusnya
bisa dijawab oleh hukum. Bahkan banyak produk hukum yang lebih banyak diwarnai
oleh kepentingan-kepentingan politik pemegang kekuasaan dominan. (Mahfud
MD, 2001:1).
Dalam
bukunya Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, Mahfud MD
menjelaskan bahwa persoalan yang muncul dalam pelaksanaan penegakkan hukum
justru disebabkan oleh aparat penegak hukum. Hingga saat ini, selalu ada
kekagetan sehubungan berita tentang mafia peradilan. Selama era reformasi telah
dikeluarkan berbagai kebijakan umum yang semula dimaksudkan untuk membangun
peradilan yang merdeka, bersih dan berwibawa.
Selama
orde baru, salah satu persoalan yang sering dikemukakan adalah tidak bebasnya
lembaga peradilan dari intervensi pemerintah karena pembinaan administrasi,
kepegawaian, dan financial hakim yang berada dibawah eksekutif. Setelah
persoalan ini diatasi pada era reformasi ternyata perseoalan tersebut tidak
selesai. Dalam kenyataannya isu mafia peradilan bukan semakin mereda, malahan
sebaliknya, semakin memprihatinkan. Diindikasikan bahwa kebebasan yang
diberikan kepad para hakim bukan dimanfaatkan untuk menegakkan peradilan yang
benar dan bersih, melainkan digunakan hakim sebagai peluang kebebasan untuk
melakukan apapun termasuk judical corruption (mafia peradilan) itu
sendiri (Moh. Mahfud MD, 2010: 43)
Ada
yang mengatakan bahwa lemahnya penegakkan hukum disebabkan pula oleh budaya
huku di negeri ini yang dinilai tidak kondusif bagi pembangunan system hukum
yang diinginkan. Budaya hukum, yang diartikan sebagai sikap masyarakat terhadap
hukum dan system hukum yang mencakup kepercayaan, nilai, ide dan
harapan-harapan masyarakat terhadap hukum, ternyata tidak kondusif bagi
pembangunan hukum karena cenderung elitis dan korup (Moh. Mahfud MD, 2010: 44).
Selain
itu dibutuhkan system hukum yang adil. Semua warga negara berkedudukan sama
didepan hukum dan berhak mendapatkan keadilan. Hukum ditegakkan untuk keadilan
dan bukan untuk kepentingan kekuasaan ataupun kelompok kepentingan tertentu.
Tantangan untuk menegakkan keadilan adalah terwujudnya aturan hukum yang adil
serta inistitusi hukum dan aparat penehak hukum yang jujur, professional, dan
tidak terpengaruh oleh penguasa. Supremasi hukum ditegakkan untuk menjamin
kepastian hukum, keadilan, dan pembelaan hak asasi manusia (Pimpinan MPR dan
Tim Kerja Sosialisai MPR, 2012: 13).
Upaya-upaya
kreatif perlu dilakukan baik dalam pelaksanaan pembentukan dan pembaharuan maupun penegakkan hukum serta
peningkatan profesionalisme aparatur penegak hukum. Sehingga penegakkan hukum
dapat terlaksana sebagaimana mestinya.
Dalam
melakukan penegakkan hukum di Indonesia tidak akan pernah lepas dengan sumber
ideology negara Indonesia yakni Pancasila. Dari dulu hingga sekarang bahkan
massa mendatang kedudukan pancasila sebagai dasar dan ideologi negara tidak
akan pernah tergeser oleh paham apapun. Mengapa? Setidaknya ada dua hal yang
menjadi factor kokohnya kedudukan pancasila yang tidak akan (dapat) diganggu
gugat.
Pertama,
Pancasila sangat cocok dijadikan platform kehidupan bersama bagi bangsa
Indonesia yang sangat majemuk dan beraneka ragam agar tetap terikat erat
sebagai bangsa yang bersatu. Kedua, Pancasila termuat dalam Pembukaan
UUD 1945 yang di dalamnya ada pernyataan kemerdekaan oleh bangsa Indonesia
sehingga apabila Pancasila diubah, berarti Pembukaan UUD pun turut diubah.
Apabila pembukaan uud 1945 diubah maka kemerdekaan yang pernah dinyatakan (di
dalam Pembukaan tersebut) dianggap menjadi tidak ada lagi. Se hingga hal ini
akan menjadikan Indonesia menjadi tidak ada atau bubar (Moh. Mahfud MD, 2010:
51).
Reformasi Hukum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, reformasi
hukum adalah perubahan secara drastic untuk perbaikan di bidang hukum dalam
suatu masyarakat atau negara. Sedangkan menurut Menteri Kehakiman Muladi,
reformasi hukum adalah proses demokratisasi dalam pembuatan, penegakkan, dan
kesadaran hokum. Dalam hal pembuatan hukum bukan aspirasi penguasa saja yang
ditonjolkan melainkan juga harus mendengarkan aspirasi dari siapa saja yang
berkepentingan dengan pemerintahan (pemangku kepentingan).
Pesatnya
perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakt yang diakibatkan oleh
globalisasi di bidang ekonomi dan perdagangan serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi menjadikan hukum yang seharusnya sebagai kaidah yang
mendahului dinamika masyarakat tidak dapat memainkan perannya sebagai rekaya
social yang member dasar dan sekaligus arah perkembangan agar tetap sesuai
dengan wawasan dan nilai-nila luhru kepribadian bangsa Indonesia (Supremasi
Hukum, Vol 1, No 1, Juni 2012).
Suatu hal yang sangat penting dalam pelaksanaan
reformasi hukum adalah merumuskan strategi yang tepat yang tidak hanya mampu
menjangkau kebutuhan hukum saat ini, tetapi juga mampu menjangkau
(mengantisipasi) kebutuhan hukum masa depan yang meliputi suatu rentang waktu
yang cukup panjang. Dalam merumuskan strategi tersebut, pertama-tama perlu
dilakukan inventarisasi terhadap permasalahan-permasalahan yang perlu di
reformasi, baik dari aspek materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana
hukum serta budaya hukumnya. Setelah itu, perlu dilakukan penetapan prioritas
tentang unsur-unsur yang harus didahulukan (Taswem Tarib, 2010: 7).
Kiranya dalam rangka melakukan reformasi hukum
tersebut ada beberapa hal yang harus dilakukan antara lain (Taswem Tarib,
2010: 10):
a. Penataan
kembali struktur dan lembaga-lembaga hukum yang ada termasuk sumber daya
manusianya yang berkualitas.
b. Perumusan
kembali hukum yang berkeadilan.
c. Peningkatan
penegakkan hukum dengan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hukum.
d. Pengikutsertaan
rakyat dalam penegakkan hukum (dalam hal ini rakyat harus diposisikan sebagai
subjek/neccessary condition).
e. Pendidikan
publik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap hukum.
f. Penerapan
konsep Good Governance.
PENUTUP
Permasalahan
penegakkan hukum di Indonesia, terletak pada 3 faktor yaitu integritas aparat
penegak hukum, produk hukum, dan tidak dilaksanakannya nilai-nilai pancasila
oleh aparat penegak hukum dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Ada yang
mengatakan bahwa lemahnya penegakkan hukum disebabkan pula oleh budaya huku di
negeri ini yang dinilai tidak kondusif bagi pembangunan system hukum yang
diinginkan.
Dibutuhkan
system hukum yang adil. Semua warga negara berkedudukan sama didepan hukum dan
berhak mendapatkan keadilan. Hukum ditegakkan untuk keadilan dan bukan untuk
kepentingan kekuasaan ataupun kelompok kepentingan tertentu. Tantangan untuk
menegakkan keadilan adalah terwujudnya aturan hukum yang adil serta inistitusi
hukum dan aparat penehak hukum yang jujur, professional, dan tidak terpengaruh
oleh penguasa. Supremasi hukum ditegakkan untuk menjamin kepastian hukum,
keadilan, dan pembelaan hak asasi manusia.
Daftar Pustaka
Basuki Udiyo,dkk. 2012. Supremasi
Hukum. Jurnal Kajian Ilmu Hukum Vol.1, No.1, Juni 2012.Yogyakarta: Program
Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syari’ah Dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Mahfud MD, Moh. 2010. Membangun
Politik Hukum Menegakkan Konstitusi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Mas, Marwan. 2011. Pengantar Ilmu
Hukum. Cetakan ke-9. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisai
MPR. 2012. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta:
Sekretariat Jenderal MPR RI.
Razak, Abdul. 2012. Problematika
Penegakkan Hukum Di Indonesia Menuju Hukum Yang Responsif Berlandaskan
Nilai-Nilai Pancasila. Jurnal. Makassar: Program Studi Ilmu Hukum, Universitas
Hasanuddin.
Sanyoto. 2008. Penegakkan Hukum Di
Indonesia. Artikel ilmiah. Purwokerto : Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto.
Soeroso, R. 2007. Pengantar Ilmu
Hukum. Edisi 1, Cet.9. Jakarta: Sinar Grafika.
Tarib
,Taswem.2010. Reformasi Hukum Di Indonesia. Makalah. Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar