Aden termasuk orang yang beruntung karena dilahirkan dari
sebuah keluarga yang berkecukupan. Seharusnya ia bersyukur dengan keadaan yang
ia miliki, masih banyak pemuda-pemuda di sekitarnya tidak bisa menikmati takdir
seperti dia. Tidak bisa merasakan bangku sekolah di saat usia mereka harus
mengenyam pendidikan. Ayah dan ibu aden bukan orang tua yang dictator,
memaksakan kehendak pada sang anak. Ayah Aden memberikan keleluasaan pada anak-anaknya
untuk memilih jalan hidup yang diinginkan masing-masing.
Aden adalah anak yang sangat pintar di sekolahnya. Sejak SD
hingga sekarang ia selalu menjadi juara di kelasnya. Sejak kecil tidak ada
aktivitas yang ia jadikan sebagai sebuah hobi, selain belajar, belajar dan
belajar. Kegiatan sehari-harinya hanya sekolah, belajar, makan dan tidur. Orang
tuanya pun senang-senang saja dengan prestasi anaknya, Aden. Apalagi Aden
sering mendapatkan juara olimpiade hingga tingkat nasional. Beliau menganggap
bahwa dengan prestasi akademis Aden akan menjadi orang sukses kelak. Sehingga
sang ayah memberikan sebuah kebebasan tanpa ada pantauan darinya.
Aden adalah seorang remaja yang pemalu. Sifat melankolis yang
terlalu mendominasi pribadinya membuatnya bergaul dan tidak terlalu banyak
teman. Lebih-lebih semasa SMA tidak pernah sekalipun mengikuti OSIS atau
organisasi remaja lainnya. Menurutnya tidak penting, yang penting adalah setiap
semester menjadi juara kelas. Hanya itu yang ada di pikiran Aden. Obsesinya
menjadi yang terbaik sudah memenuhi kapasitas otaknya. Disaat teman-temannya
aktif dalam ektrakulikuler disekolah, dia hanya berada di rumah untuk
mengerjakan PR atau belajar untuk pelajaraan esok hari atau hanya sekadar
membaca buku.
Aden sudah punya pacar. Gadis cantik itu bernama Fani. Ia
kelas XII IPS 3, sedang Aden kelas IPA 1. Fani adalah salah satu siswi
berprestasi di SMA. Setiap semester Fani pasti masuk dalam 10 besar rangking
parallel. Ia sekretaris OSIS dan aktif di beberapa kegiatan ekstra di sekolah
seperti paduan suara dan kegiatan lainnya. Usut punya usut Aden bisa berpacaran
dengan Fani karena ketidaksengajaan Aden bertemu dengan Fani di pameran buku.
Mereka mengambil buku yang sama, hampir terjadi perselisihan untuk
memperebutkan buku itu. Namun aden
mengalah. Saat ia hendak pergi Fani memanggil Aden. Sambil mengulurkan tangan
dan menyebutkan nama. Merekapun berbincang-bincang dan saat itulah mereka
jadian.
Sebentar lagi Aden akan lulus SMA. Fani pacarnya memilih
untuk kuliah di Solo di jurusan Desain. Aden sendiri sudah memiliki rencana
untuk kuliah di ITB jurusan Teknik Perminyakan dan Pertambangan. Salah satu
Universitas dan jurusan yang paling banyak diminati selain kodekteran. Dengan
berbekal prestasi di sekolah, ia sangat optimis bisa lolos seleksi masuk ITB.
Sehingga ia tidak mempersiapkan opsi universitas lain jikalau ia tidak lolos
seleksi di ITB. Nampaknya ia sudah terlalu yakin dengan pilihannya tersebut
tanpa membuat perhitungan yang tepat.
Hingga tiba hari itu. Pengumuman seleksi masuk perguruan
tinggi. Tanpa diduga-duga Aden, ia tidak lolos seleksi. Ia tidak diterima. Setengah
mati Aden merasakan sedih dan masih tidak percaya bahwa dengan kepandaian dan
rangking satu parallel di sekolah masih kurang cukup untuk menghantarkannya ke
gerbang kampus yang ia cita-citakan sejak dulu. Berhari-hari ia larut dalam
kesedihan. Pasca pengumuman, ia hanya berdiam diri di dalam kamar. Kedatangan
Fani pun tidak mampu membawa perubahan di dalam hati Aden.
Semakin lama, Fani merasa enggan dengan sikap Aden yang
tidak bisa menerima takdir. Di hari Fani pindah ke Solo pun Aden tidak menemui
Fani meskipun hanya sekadar untuk memberikan salam perpisahan. Sejak saat itu
hubungan mereka seperti hilang terbang terbawa angin tanpa ada sebuah
kejelasan.
Hampir tiga minggu Aden meratapi kegagalannya. Hampir saja
Aden berpikiran pendek untuk merasakan fantasi semu nge-drugs. Entah dar
Melihat tingkah anaknya, orang tua Aden semakin sedih dan prihatin. Mereka
takut jika Aden sakit. Berbagai cara sudah dilakukan mereka lakukan untuk
membujuk Aden, namun tidak ada satu carapun yang membuahkan hasil.
Semua pendaftaran perguruan tinggi sudah ditutup. Orang tua
Aden semakin khawatir. Mungkin mereka harus ikhlas jika Aden tidak kuliah tahun
ini dan harus menunggu tahun depan. Ayah memutuskan untuk membawa Aden ke
Semarang, ke rumah kakek. Aden bisa tinggal di sana untuk beberapa bulan
sembari menenangkan dirinya.
Disinilah Aden mendapatkan kehidupan yang baru.
0 komentar:
Posting Komentar